Bisakah Ibu Pengganti Melahirkan Bayi Kloning Neanderthal?

Oleh Marc Lallanilla | LiveScience.com


Dalam sebuah wawancara kontroversial, seorang profesor genetika Harvard terpandang menyatakan “perempuan yang mempunyai jiwa petualang tinggi” suatu hari nanti bisa menjadi ibu pengganti (surrogate mother) untuk bayi kloning Neanderthal.

Selain mengatakan bahwa kloning bayi Neanderthal akan mungkin terwujud, George Church mengatakan kepada majalah Der Spiegel bahwa menggunakan sel induk untuk membuat Neanderthal bisa memiliki manfaat yang signifikan bagi masyarakat. “Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mengurutkan genom Neanderthal, dan itu sebenarnya telah dilakukan,” ujar Church .

 

“Langkah berikutnya yaitu memotong genom menjadi, katakanlah, 10.000 potongan dan kemudian... mengumpulkan semua potongan tersebut dalam sel induk manusia, yang akan memungkinkan Anda untuk akhirnya membuat tiruan Neanderthal,” ujar Church kepada Der Spiegel.

Para ilmuwan menyelesaikan urutan pertama dari genom Neanderthal pada 2010, menemukan bukti genetik yang menunjukkan nenek moyang manusia modern itu berhasil melakukan perkawinan silang dengan Neanderthal, setidaknya kadang-kadang hal itu terjadi. Penelitian terbaru menunjukkan DNA Neanderthal merupakan penyusun 1 sampai 4 persen dari genom manusia Eurasia modern.

Manfaatnya, menurut Church , termasuk peningkatan keragaman genetik. “Satu hal yang buruk bagi masyarakat adalah keragaman yang rendah,” ujar Church. “Jika Anda menjadi monokultur, Anda memiliki risiko kepunahan yang besar. Oleh karena itu penciptaan ulang dari Neanderthal akan menjadi upaya utama menghindari risiko sosial tersebut.”

Dalam bukunya “Regenesis: How Synthetic Biology Will Reinvent Nature and Ourselves” (Basic Books, 2012), Church menulis, “Jika masyarakat menjadi nyaman dengan kloning dan melihat nilai dalam keragaman manusia yang sejati, maka seluruh makhluk Neanderthal bisa dikloning oleh simpanse sebagai ibu pengganti — atau oleh perempuan yang berjiwa petualang tinggi.”

Church mengatakan dalam wawancara lain bahwa ia tidak menganjurkan untuk kelahiran bayi dari ibu pengganti manusia Neanderthal dalam waktu dekat, tetapi orang harus mulai membahas ide tersebut hari ini sehingga kita sudah siap untuk masa depan. Meski begitu, para ilmuwan lain mengatakan gagasannya bukan hanya bermasalah dalam hal etika, tetapi secara ilmiah tidak mungkin dilakukan di masa mendatang.

Etika kloning manusia
Tidak semua orang setuju dengan minat Church dalam kloning Neanderthal, mengingat isu-isu etis yang terlibat di dalamnya.

“Saya menganggap tidak adil untuk menempatkan orang-orang... ke dalam situasi yang membuat mereka merasa dihina dan takut,” ujar ahli etika biologi Bernard E. Rollin dari Colorado State University di Fort Collins kepada koran The Independent.

Ada juga kemungkinan bayi Neanderthal akan kekurangan kekebalan terhadap penyakit menular kontemporer, dan oleh karena itu tidak akan mungkin bertahan hidup, menurut laporan Independent. Neanderthal, kerabat genetik terdekat manusia yang diketahui, meninggal sekitar 30.000 tahun yang lalu. Namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa Neanderthal dan manusia yang punah lainnya seperti Denisovan mungkin telah dikaruniai beberapa manusia dengan sistem kekebalan tubuh yang kuat.

“Dengan mengesampingkan isu-isu etis di balik penciptaan satu-satunya spesies yang tersisa dari manusia yang telah punah, ditakdirkan untuk menjadi orang aneh di bawah mikroskop selebritas... Saya harus mempertanyakan pendapat Dr Church, benarkah akan semudah itu untuk mengkloning Neanderthal,” ujar Alex Knapp dalam Forbes.

“Mamalia lain telah dikloning. Tapi dengan sejumlah masalah. Hasil kloning sering mengalami sejumlah masalah kesehatan,” ujar Knapp. “Misalnya, domba kloning pertama, Dolly, adalah salah satu dari 29 embrio kloning. Dia satu-satunya yang bertahan hidup.”

Setiap ibu pengganti yang dipilih untuk melahirkan klon Neanderthal juga mungkin akan menderita, ujar Knapp. “Kenyataannya adalah bahwa keberhasilan akan membutuhkan puluhan wanita — banyak di antaranya hampir pasti mengalami trauma keguguran dan bayi yang meninggal dalam kandungan yang tampaknya tak terelakkan dalam hal kloning.”

Apakah komentar Church disalahartikan?

Pernyataan Church dalam wawancara dengan Der Spiegel banyak dipelintir, menurut beberapa pengamat. “Selalu ada bahaya ketika orang mengutip satu komentar kecil dan melebih-lebihkannya,” ujar John Hawks, profesor antropologi biologi di University of Wisconsin-Madison, pada LiveScience.

“Dia benar-benar berbicara tentang fiksi ilmiah,” ujar Hawks mengenai komentar Church, dan menambahkan bahwa dengan teknologi saat ini, kloning dari spesies yang telah lama punah adalah “benar-benar mustahil.”

“Kami masih sangat jauh untuk bisa mengambil informasi DNA dan membuat sebuah sel hidup dari itu,” ujar Hawks. Dan meski kloning dan melahirkan kembali hewan punah dan manusia terdengar menarik, itu bukan prioritas ilmiah. “Itu hanya untuk menangkap imajinasi publik, tapi tidak ada yang berencana demikian,” ujar Hawks.

“Kita bisa melakukan banyak hal daripada kloning dan menghidupkan kembali spesies yang sudah punah,” ujar Hawks. “Jika kita bisa mengkloning Neanderthal, kita bisa mengatasi seluruh kelainan genetik yang dimiliki manusia,” ujar Hawks, mengacu pada teknologi dan kemajuan yang diperlukan untuk mencapai kedua hal tersebut.

Church sendiri telah menjauhkan diri dari hiruk-pikuk media tentang komentar Neanderthalnya. “Kisah nyata di sini adalah bagaimana cerita-cerita ini telah menyebar dan berubah dengan cara yang berbeda,” ujar Church pada Boston Herald. “Saya yakin kita pada akhirnya akan menyelesaikan masalah tersebut.”

“Saya tentu tidak menganjurkan hal itu,” ujar Church. “Saya mengatakan, jika secara teknis sudah memungkinkan suatu hari nanti, kita harus mulai membicarakan tentang hal itu hari ini.”

0 comments:

Post a Comment