Izinkan Sunat Perempuan, Menkes Dikecam
TEMPO.CO, Jakarta
- Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan menilai khitan
perempuan sebagai diskriminasi terhadap reproduksi perempuan. "Anehnya
Kementerian Kesehatan sebagai institusi negara bisa disetir oleh MUI
(Majelis Ulama Indonesia) yang hanya organisasi massa," kata Komisioner
Bidang Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Ninik Rahayu,
kepada Tempo, Senin, 21 Januari 2013.
Menurut dia, sunat dapat merusak alat kelamin perempuan tanpa alasan
yang jelas. Ninik mengatakan, regulasi tentang sunat perempuan pernah
dilarang melalui surat edaran Kementerian Kesehatan pada 2006. Tapi,
pada 2008, Majelis mengeluarkan fatwa yang membolehkan khitan perempuan.
Setelah itu, Kementerian menerbitkan peraturan menteri yang membolehkan
khitan asalkan sesuai dengan standar kesehatan dan agama.
Majelis Ulama Indonesia dan sejumlah organisasi massa Islam menolak
pelarangan khitan atau sunat pada perempuan. MUI meminta seluruh rumah
sakit dan pusat kesehatan masyarakat harus melayani permintaan khitan
perempuan. "Yang kami tolak itu pelarangan, jadi kalau ada permintaan
khitan jangan ditolak," kata Ketua MUI KH Ma'ruf Amin di kantornya.
Pernyataan MUI dan organisasi Islam ini menanggapi beredarnya surat
Direktur Bina Kesehatan Masyarakat tertanggal 20 April 2006 tentang
larangan sunat perempuan bagi petugas kesehatan. Akibatnya, hampir
sebagian besar bayi perempuan tak lagi disunat. Menurut surat itu, sunat
perempuan tak bermanfaat bagi kesehatan, justru merugikan dan
menyakitkan.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menampik pihaknya melarang sunat perempuan seperti
berita yang berkembang selama ini. Peraturan Menteri Kesehatan justru
mengizinkan perempuan disunat, asalkan memenuhi syarat kesehatan.
Ninik mempertanyakan standar kesehatan yang diterapkan Kementerian
bagi tenaga medis untuk menangani sunat perempuan. "Standar yang
bagaimana? Tenaga medis kita tidak pernah dilatih untuk melakukan sunat
perempuan," kata Ninik. Dia berkukuh di bidang agama, sunat perempuan
hanya tradisi, bukan perintah agama. "Tidak ada hubungan antara
kesalehan perempuan dengan dikhitan atau tidak," kata Ninik.
0 comments:
Post a Comment