ALL ABOUT CONAN :)

Dari dulu gw suka bangettt sama Detective Conan. Selaen karena do'i kece abisss juga akrena gw suka banget pas do'i ngungkap kebenaran atas kasus-kasus yang ada. Bagi gw saat itu muka do'i keren banget :) Suka banget dehh :D
Awalnya gw tahu Conan waktu liat dia mejeng di Tv, setiap minggu di Indosiar.. Tapi sekarang dah ga ada lagi :( mungkin karena yang minat nonton itu dikit kali yaa .. Jadi rating nya rendah makanya di anggap ga laku dan di off deh akhir nya.. Huyuh.. Padahal tuh film oke banget..
Apalagi pas Shinichi Kudo nya berubah jadi kecil dan nyamar jadi Conan Edogawa.. Ditambah lagi kisah percintaan nya sama Ran :) Romantis nian euyy.. Hahaha
Sekarang walaupun ga ada lagi film nya gw masih hoby bacain komik-komik nya and gw selalu nungguin terbitnya komik terbaru dari Conan . Ga sabar sih mau tahu lanjutan ceritanya gimana..
Komik Conan yang terbaru sekarang tuh Conan 67, wah bakal sampe episode berapa yaa.. Gw penasaran banget sama cerita waktu Ran tahu kalo Conan itu Shinichi yang selama ini ngilang.. Hiihih.. Trus gimana waktu Shinichi/Conan bisa mengungkapkan siapa sebenarnya Kaito Kid sang pencuri.. Wihh seru abis deh pasti..
Oke deh sekian dulu dari gw tentang Conan, semoga makin sukses n seru yaa :)







 
 
Eh jangan Lo kira gambar gw tentang conan cuman segini :) masih banyak kok.. hehe.. Love u Shinichi Kudo :*

Aku terlahir BATAK :)


“Orang Batak itu kan yang makan orang, kanibal!”
Opini itu saya terima lewat jejaring sosial, ada hal yang perlu diakui sebagai turunan Batak, namun perlu juga ketelitian, bukan demi pembelaan, namun pembelajaran yang mendewasakan bersama.

Tahun 1834 dua orang misionaris Amerika, Munson dan Lyman yang diutus Zending Boston, tiba di Sibolga. Dari sana mereka melanjutkan perjalanan menuju lembah Silindung. Tiba di pinggir lembah tersebut, malam tiba, karena itu mereka berhenti dan bermalam di Lobu Pining. Malam itu tanggal 28 Juni 1834. Raja Panggalamei beserta rakyatnya menangkap “dan menyembelih kedua orang itu lalu memakannya”. (O.P Simorangkir, Berhala, Adat Istiadat dan Agama, Lobu Harambir, 2007).

Sebelum kedua penginjil itu datang, Pdt. Ward sudah lebih dulu pernah ke Toba; Pada 19 April 1834 mereka tiba di Bengkulu. Munson dan Lyman tinggal di sini selama 4 hari. Lalu pada tanggal 26 April 1834, mereka sudah menjejakkan kaki di Padang. Pendeta Ward menyambut keduanya. Munson dan Lyman mendapat banyak informasi penting dari beliau, karena Ward sudah pernah mengunjungi Tanah Batak pada tahun 1824. Menurut Pendeta Ward, orang Batak adalah masyarakat yang ramah tamah. Pendeta Ward juga menceritakan penyambutan raja-raja Batak terhadap dirinya yang disertai tarian (tortor).

Munson dan Lyman sebelumnya juga sudah diperingatkan; Ketika sampai di kampung Raja Suasa, Pendeta Munson dan Lyman menerima saran dari Raja Suasa agar mereka menginformasikan lebih dulu kedatangannya di Silindung. Saat itu, suasana di Rura Silindung (sekarang Kota Tarutung) memang masih diwarnai kemelut akibat ekses dari Perang Bonjol. Namun Munson dan Lyman memilih menghemat waktu agar segera tiba di Silindung.

Raja Panggalamei tidak mewakili keseluruhan Batak. Masa itu, sistem raja huta (raja kampung) masih menjadi pola, didasari setiap marga. Munson dan Lyman juga terbunuh akibat tidak mengindahkan pesan Raja Suasa.

“Adat Batak identik dengan agama!”
“Eh, ulos Batak itu ada rohnya, lho…” kata seorang mantan paranormal pada saya. Lalu saya keluar dari ruang diskusi itu berdoa dan berpikir, “Kalau ulos ada rohnya, dinding, batu, dan meja pun bisa ada rohnya..” Nenek saya pengerajin ulos di Balige, dia menenun dengan tekun setiap hari. Untuk satu ulos, ia memerlukan waktu dua sampai tiga hari. Saya tidak melihat praktik-praktik baca mantra kala ia merajut ulos tersebut. Dalam beberapa acara adat, seperti memberi ulos (Mangulosi), sebelum ulos diberikan, ada doa pada Tuhan dan nasihat dari pihak pemberi.

Terkait istilah Debata, zaman Parmalim itu sudah santer. Sebagian Kristen Batak masa kini menyebut Allah dengan Debata (YHWH), tudingannya; mereka sesat, karena Debata adalah Setan; yang oleh Datu Bolon (dukun besar) pada masa lampau dipakai sebagai alamat doa untuk menyiksa musuh-musuh mereka. Dalam bahasa Batak, Tuhan itu Debata, Syalom sama dengan Horas.

“Ah! Males nikah pakai adat Batak, ribet! Mahal! Lama! Boros!”
Globalisasi mengajarkan supaya kita efisien dalam pengeluaran dan maksimal dalam pendapatan, selaras hukum ekonomi. Tentu, tidak ada yang ingin pemborosan dalam berbagai hal, termasuk adat. Sahabat terkasih, sering bukan kita mendengar keluhan di atas. Baiklah, kita mesti akui penyelenggaraan adat itu mahal; mengundang sanak keluarga, rekan sejawat, dan warga sekampung. Biasanya, di masa kini, kita memberikan uang sebagai pengganti biaya perjalanan mereka. Di masa lalu, hal itu tidak menjadi mesti berlaku, karena mereka sadar bahwa itu adalah bagian dari kesatuan persaudaraan yang saling mendukung dan mengerti. Mereka datang dengan tulus meski jalan kaki lewat bukit-bukit atau naik perahu.

Masa kini? Kita lebih sering berkesah mahalnya ini dan itu. Ketika memenuhi satu undangan, itu menandakan bahwa kita senantiasa menjaga dan menghormati relasi sesama. Jadi pergeseran budaya itu bukan kesalahan adat, namun pada pola pikir. Ada beberapa pula prosesi adat, seperti; kematian (Saur Matua) salah satunya, mesti memenuhi beberapa syarat supaya bisa dilaksanakan; Semua anaknya sudah menikah dan punya keturunan. Ini bukan persoalan uang utamanya.

“Haduh! Susah tau! Gwe nggak ngerti bahasa Batak! Suntuk gwe liat lu, huh!”
Saya rasa kurang arif menuding seorang yang tidak bisa berbahasa Batak lalu anti identitas. Semua ini bisa terdorong faktor; kebiasaan penggunaan bahasa sehari-hari di rumah, kesadaran orang tua memberikan pendidikan budaya, pergaulan anda dan saya, domisili terkini, dsb.

Kalau anda dan saya jago English, terkesan terpelajar dan keren. Kalau pinter bahasa Batak; Kampungan, BTL (Batak Tembak Langsung), atau Primordialis. Kedua stigma itu tidak memiliki dasar yang kuat, ketika melihat konteks globalisasi searah.

*Aku terlahir Batak, berTuhan, terdidik, kagum adat istiadat, berelasi, juga kebangsaan Indonesia.  katakan itu dalam hati Anda :)

It's About My Name :)

Hy :)
Aku Sinta Maranatha Dolorosa Simatupang. Tapi dari nama yang panjang itu, kamu cukup panggil aku "Natha" aja :)
Arti nama ku, 

Sinta..
diambil dari nama seorang dewi ..
Maranatha..
adalah kata yang sering kita ucapkan saat mendekati hari besar. Sebenarnya apakah arti kata “maranatha” itu sendiri? Kata maranatha berasal dari kata ”aramik” yang artinya “Tuhan kami datanglah” atau “Datanglah oh Tuhan”.
Maranatha adalah doa dari pengikut Yesus pertama yang berbahasa Aramaik dan menyembahnya sebagai Tuhan. jadi sejak tahun 30 M, Yesus sudah dikenal sebagai Tuhan dan hal ini bukan karangan gereja maupun konsili nichea yang berasal dari tahun 300-an.
and Dolorosa..
ada yang mengatakan bahwa arty nya adalah "menyakitkan/penderitaan"
kata ini diartikan dari bahasa spanyol..

Jujur aja, dulunya aku ga terlalu suka nama Dolorosa ituu, hehehe.. coz bagi aku aneh.. aku engga pernah denger kata Dolorosa sebelumnya sih..
Sampai suatu saat, aku nanya sama kk angkat ku, apa sih arty Dolorosa ituu..
dan setelah aku tauu, entah kenapa aku jadi suka dan engga malu lagi sama nama itu :)

Makasih Tuhan, Mama, Papa, dan buat Opung ku yang tlah menyumbangkan Nama atas diri ku :) :) 

Ohya, waktu aku search tentang Dolorosa ituuu, gambar yang aku dapat adalah gambar dibawah ini. Yups, ini adalah gambar Bunda Maria, Gadis perawan yang telah melahirkan seorang Raja Mulia, anak Allah dan Tuhan kita semua :)